Tugu Kartini

jalan RA. Kartini, Bandarlampung.

tugu ADIPURA, Bandarlampung

tugu ADIPURA dengan gajah lampung sebagai icon kota Bandarlampung.

SDN 1 Waykandis

sekolah pertamaku.

pulau Condong, Lampung Selatan

tempat wisata favoritku

Kebun kelapa

Kebun kelapa di pesisir selatan Lampung Barat.

Jumat, 30 Desember 2011

kesempatan kedua

Deting waktu yang kian misteri
jalan hidup yang tiada jua berujung
menyisakan tanya padaku
adakah kesempatan kedua?

mengapa hati?



Gema bimbang membayang di telingaku
memaksaku, menekanku, memburuku
bertanya dan terus bertanya, ada apa padamu?
Mengapa sedemikian dangkal hatimu?
Mengapa begitu rapuh pagar jiwamu?
Mengapa hati?

Kamis, 14 Juli 2011

Si Manis Jembatan Ilmu

Banyak orang yang  tahu tentang “Si Manis Jembatan Ancol”. Ya, kisah seorang gadis yang hidupnya berakhir dengan tragis. Hampir sama dengan “Si Manis Jembatan Ilmu”. “Si Manis” ini tersiksa walau dirinya manis karena berguna bagi wawasan ilmu pengetahuan. “Si Manis” ini adalah buku.
“Si Manis Jembatan Ilmu”, tidak dipedulikan, terbengkalai, dan dianggap membosankan. Dia bermaksud baik untuk menghubungkan kita dengan ilmu, betapa manisnya dia. Sekarang tinggal kita yang mau atau tidak diberi kemanisan sikapnya.
Sering kita dengar bahwa taraf pendidikan di Indonesia rendah. Akibatnya, Indonesia tidak memiliki SDM (sumber daya manusia) yang berkualitas. Apa yang menyebabkan rendahnya taraf pendidikan Indonesia rendah? Salah satunya adalah kurangnya minat baca.
Kita tahu bahwa minat baca di Indonesia rendah. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: tidak adanya kemauan dari masyarakat, tidak tersedianya kesempatan seperti tidakadanya perpustakaan, tingginya angka buta huruf, dan lain-lain. Kondisi ini diperburuk dengan mewabahnya acara-acara di televisi yang kurang mendidik. Orang-orang rela mengeluarkan uang berjuta-juta untuk membeli pesawat televisi ketimbang mengeluarkan uang tak lebih dari Rp 100.000,00 untuk membeli buku-buku yang bermanfaat.
Kondisi di Indonesia 360° berbeda dengan Jepang yang memiliki SDM berkualitas tinggi. Faktanya, orang-orang Jepang lebih suka membaca buku ketimbang menonton televisi. Di negeri sakura tersebut, acara-acara televisi banyak yang tidak laku karena rakyatnya yang tidak gemar menonton. Alhasil, mereka memiliki SDM yang berkualitas.
Membaca adalah cara aman untuk memperoleh ilmu ketimbang televisi. Menurut Budi Haryanto, Ph. D., M.Sc., MSPH., ahli kesehatan lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, terlalu lama menonton televisi dapat menimbulkan amblyopia atau mata malas, khususnya pada anak-anak. Ini disebabkan karena gangguan transmisi (pengiriman)gambar yang kita terima secara visual saat menuju otak. Hal ini juga mengakibatkan kita malas melakukan apapun. Bandingkan dengan membaca buku. Selain murah, tanpa dampak yang berbahaya, dan yang terpenting kita dapat memilih mana buku yang bermanfaat mana yang tidak.
Coba bayangkan apa yang terjadi jika anak-anak atau adik-adik kita mengalami amblyiopia karena terlalu lama menonton televisi, bayangkan apa yang terjadi jika kita meniru kebiasaan membaca dari orang-orang Jepang. Niscaya meningkat SDM negeri ini.
Pendidikan dapat diperoleh tidak hanya di lembaga-lembaga formal seperti sekolah. Seseorang bisa saja cerdas tanpa sekolah asal ia membaca buku yang bermanfaat. Belum lagi masih banyak orang yang tidak sadar akan pentingnya pendidikan, masih banyak orang yang tidak dapat mencicipi manisnya duduk di kelas sambil menerima pendidikan yang bermanfaat. Untuk itu, membaca adalah alternatifnya untuk mendapatkan pendidikan.
Untuk meninggkatkan minat baca pada masyarakat tentu harus melalui beberapa dorongan yang efektif, misalnya mengadakan perpustakaan umum di sejumlah sudut kota, lebih bagus lagi jika ada  ruang khusus anak-anak. Dengan demikian, anak-anak telah terbiasa membaca sejak kecil dan kebiasaan yang didapat sejak kecil akan dibawanya hingga dewasa nanti.
Dan juga usaha pemberantasan buta huruf, terutama di desa-desa terpencil yang sangat rentan akan buta huruf karena latar b elakang ekonomi dan sebagainnya.
Jangan biarkan “Si Manis Jembatan Ilmu” ini terbunuh selamanya begitu saja. Sungguh disayangkan, “Si Manis” ini terbengkalai tiada yang peduli, padahal ia berusaha memberikan manisnya pada dunia pendidikan Indonesia yang sakit-sakitan ini. Oleh karena itu, membaca buku memiliki peran penting dalam meningkatkan taraf pendidikan di Indonesia.

*artikel ini berhasil meraih penghargaan sebagai Juara 2 Artikel Terbaik dalam event "Semarak Hardiknas 2011" di Bandarlampung

Kamis, 31 Maret 2011

KETIKA

"Ketika"
ketika kerja kita tak dihargai, saat itulah kita belajar ketulusan. Ketika hati kita disakiti orang, saat itulah kita belajar memaafkan. Ketika kita lelah dan kecewa, saat itulah kita belajar kesungguhan. Ketika kita merasa sepi dan sendiri, saat itulah kita belajar ketangguhan. Tetaplah bersabar dan semangat, dan teruslah tersenyum. :)

indah pada waktunya

Aku ingin bunga yg indah, tapi Allah memberiku kaktus berduri. Aku ingin seekor burung yg cantik, tapi Allah memberiku ulat bulu. Aku marah! Aku kecewa! Tapi kemudian kaktus itu berbunga sangat indah, dan ulat bulu itu berubah menjadi kupu-kupu yg sangat cantik. Itulah jalan Allah, indah pada waktunya.

kemudahan komunikasi dan urgensi berdakwah

Salah satu cara bersyukur atas adanya kemudahan dan asyiknya berkomunikasi adalah dengan saling mengingatkan dalam kebenaran dan saling mengingatkan dalam kesabaran. Tiap waktu harus ada pahala yg kita hasilkan, termasuk saat kita asyik fban. 
Dakwah adalah kewajiban, bukan pilihan. Di mana pun kita berada, kita harus selalu beribadah. Dan berdakwah adalah salah satu bentuk ibadah. Saudaraku, lanjutkan dakwah kita semangat terus. Sampaikanlah walau satu ayat.

menjadi lebih cantik daripada Cleo Patra

Saudariku yg "merasa" tidak dikaruniai kecantikan, sadarilah bahwa kecantikan sejati bukanlah dari wajah. Kecantikan sejati dapat dikembangkan dan dapat dikekalkan. Dengan cara mendekatkan diri pada-Nya dan mempertebal iman kita. Dengan demikian, Allah menganggap kita lebih cantik daripada Cleo Patra.

Tentara Allah

tentara Allah tidak boleh kalah: kalah dengan dirinya sendiri, kalah dengan ambisinya, kalah dengan kepentingannya, kalah dengan perasaanya, kalah dengan ketidak berdayaan. dia hanya boleh jatuh untuk bangun kembali, dia hanya boleh lelah untuk bekerja kembali, dia hanya salah untuk menjadi lebih baik.
be the best cause Allah....!!! ALLAHU AKBAR!!!

Sabtu, 26 Maret 2011

puisi

tiap embus nafasku adalah kata-kata indah
tiap denyut nadiku adalah bait-bait penuh makna
tiap degup jantungku adalah lebar-lembar indah puisi
yang mendorong hasrat untuk menuangkannya
lewat lembar-lembar kertas putih

tangis dan tawaku mendera dengan puisi
bangun dan tidurku beriring dengan puisi
segala rasa hatiku kucurahkan
pada bai-bait untaian puisi

tiap denting waktu, dalam putaran bumi
seiring angin berlalu, sejauh kaki melangkah
kutulis dalam untaian kata-kata indah
tersusun indah memesona.

* untuk Mr. DR, teman sekaligus inspirasiku

Berlian Terbuang VS Sampah Teranggap


“Jum’at, 3 Juni 2010
My diary, hari ini aku sedih sekali. Mungkin benar kata orang-orang bahwa jangan bermimpi terlalu tinggi. Impianku untuk menjadi seorang jurnalis andal telah musnah. Bagaimana tidak? Tes SMAN Pilihan yang sebegitu mudahnya saja tak bisa kulalui dengan keberhasilan. Aku tahu setiap kehidupan kita pasti mengalami kegagalan. Tapi, harus sepedih inikah? Aku tidak tahu harus melanjutkan kemana. Aku bingung, sangat bingung.
Namun yang paling menyakitkan bagiku adalah, mengapa teman-temanku yang nilai ujian sekolahnya jauh di bawahku bisa lolos dari tes itu. Aku merasa bodoh, sangat bodoh.”
Begitulah Calista menulis di buku hariannya. Ia masih belum menerima kenyataan pahit yang dialaminya ini. Calista menghela nafas. Ia memandang handycamnya dengan lesu. Biasanya ia menggunakan handycam itu untuk membuat film dokumenter singkat, itulah hobinya sesuai dengan cita-citanya yang ingin menjadi jurnalis andal. Namun sekarang ia patah semangat karena kegagalan ini.
Ia menyimpan handycam itu dalam lemari, juga flashdisk dan sejumlah vcd yang bertuliskan “Pesta Pernikahan Adat Lampung”, “Impian Dibalik Guguran Daun”, dan berbagai judul film documenter karyanya yang sengaja ia tulis di sampul vcd-vcd itu. Rasanya ia tidak mau lagi melihat benda-benda itu lagi.
Ia meraih ponselnya dan mengirim pesan pada seorang temannya yang juga mendaftar sebagai calon siswa baru di SMAN Pilihan.
“Hai, Fitria. Bagaimana tes SMAN-mu?
Kamu terpilih sebagai salah satu siswi di SMAN Pilihan?”
Tak lama kemudian, si penerima pesan membalas.
“tidak, aku gagal. Kudengar kamu juga gagal, ya?
Untung aku diterima di Madrasah Aliyah Negeri Harapan,jadi aku tak perlu mendaftar di SMA swasta yang pasti bayarannya mahal.”
Akhirnya kedua gadis itu asyik bersenam jari pada ponsel masing-masing. Dalam diri Calista timbul rasa heran. Mengapa Fitria, teman tercerdas di kelasnya ini tidak terpilih tetapi teman yang berada jauh dibawahnya yang terpilih? Ada apa dibalik semua ini? Pertanyaan itu masih tidak terjawab dalam benak Calista.
***
Esok harinya Calista masih memikirkan masalahnya. Ia mengambil selembar brosur SMA Islam. Ia membaca rincian biaya, persyaratan pendaftaran, dan semua tentang SMA tersebut. Ia mengela nafas. “Mengapa dunia menjadi tidak adil? Mengapa aku tidak lulus? Padahal nilai ujian nasionalku memuaskan, aku telah belajar sungguh-sungguh demi tes penerimaan siswa baru saat itu. Mengapa harus sepahit ini?” pikir Calista. “Mengapa mereka yang nilai ujian nasionalnya tidak sebagus aku yang terpilih?”
Calista melamun di kursi ruang keluarga, saat ummi menghampirinya. “Calista, kamu lupa ya, janji ummi kemarin? Kita kan mau pergi ke pantai sekeluarga.”kata ummi dengan lembut. Calista mengela nafas. “Kan ummi janjinya kalau Calista diterima di SMAN Pilihan, baru ummi tepati janji ummi.” Jawab Calista dengan lemas tanpa melirik sedikit pun wajah ummi. “Calista, ummi tahu kamu masih sedih karena kamu tidak lulus dalam tes kemarin. Secara pribadi ummi juga kecewa, tapi ummi yakin pasti Allah punya alasan mengapa Calista tidak diberi izin dari-Nya untuk bersekolah di SMAN Pilihan.” kata ummi. “Calista lulus atau tidak, tidak akan menjadi penghalang bagi kita untuk liburan bersama keluarga, kan?” lanjut ummi. “Mungkin Calista gak usah ikut, mi. Calista di rumah saja.” Kata Calista sambil berjalan menuju kamarnya.
Ia merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Terngiang kembali wajah Bu Tina, guru yang selalu memompa semangatnya dalam menjalani ujian saat ia SMP. Terbayang bagaimana keras dan gigihnya dukungan dari beliau pada dirinya dan teman-temannya saat menjelang ujian nasional, terbayang pula bagaimana tulusnya beliau mengajar. Berkat Bu Tina, Calista menyukai matematika. Berkat Bu Tina, Calista bersemangat belajar. Calista merasa telah mengecewakan gurunya itu.
Terngiang juga wajah teman-temannya yang sering membuat Bu Tina kesal, yang sering membuat Bu Tina kecewa, hingga terkadang Calista sendiri kesal dan menyebut mereka “manusia tak tahu diuntung”. Namun pada akhirnya mereka berhasil lulus dalam seleksi penerimaan siswa baru di SMAN Pilihan. Terbayang begitu jelas mereka tertawa di atas kekalahan Calista, mereka mengacungkan ibu jari yang dibalik di depan batang hidungnya. Air mata Calista mengalir dan membawanya kembali ke alam nyata. Lalu ia menangis tersedu.
Ia masih terisak saat kepalanya kembali memikirkan Bu Tina. Ia masih ingat kata-kata motivasi dari Bu Tina. “Jika berlian tergeletak di atas tumpukan sampah, pasti tanpa pikir panjang seseorang akan mengambil berlian tersebut. Dan jika sampah ditaruh di kotak berlian, tanpa pikir panjang semua orang tak akan menghargai sampah itu seberapapun mahal harganya atau seberapapun indah tempat ia diletakkan. Artinya seburuk apapun sekolah kalian nanti, jika kalian pintar tetaplah pintar. Jangan pedulikan apakah SMAN, SMA Swasta, atau SMA Internasional sekolah kalian nanti.” Kata beliau. “Takapa kita menjadi berlian yang terbuang, toh kita masih bias berguna bagi diri sendiri. Daripada kita menjadi sampah teranggap, yang akan menjadi bibit-bibit kuman yang akan menjadi parasit bagi bangsa kita. Dan jangan pernah putus asa atas apa yang kalian cita-citakan.” Lanjutnya.
Ia merasa bersalah. Tiba-tiba saja Calista terlonjak karena pikirannya sendiri. Ia baru menyadari bahwa jika ia hanya menangis dan berputus asa justru ia mengecewakan Bu Tina. Ia menghapus air matanya dan berkata dalam hati, “aku akan menjadi seperti yang Bu Tina inginkan. Aku akan menjadi berlian walaupun berada di tempat sampah. Seperti kata Bu Tina.” Ia menjadi semangat lagi.
Calista menghampiri ummi yang sedang mempersiapkan bekal untuk pergi ke pantai nanti. “Ummi, Calista mau ikut.” Kata Calista bersemangat lagi. Ummi masih bertanya-tanya mengapa putrid kesayangannya itu menjadi bersemangat lagi. Ummi memandang kepergian Calista dengan heran, namun juga bersyukur karena putrinya tidak murung lagi.
Ia langsung menuju kamar mandi dan mempersiapkan segalanya untuk ke pantai nanti. Tak lupa ia mengeluarkan handycamnya dari lemari dan memasukannya ke dalam tas bersama laptopnya.”Aku ‘masih’ seorang jurnalis,” pikirnya.
***
Akhirnya mereka semua sampai di pantai Mutun. Ia langsung beraksi dengan handycamnya. Sambil mengambil gambar ia memuji keindahan pantai tersebut. Tarif masuk yang murah dan pemandangan yang memuaskan. Dan terkadang seunit banana boat melintas di air laut yang jernih, terkadang jet ski atau pun sejumlah perahu kecil.
Setelah ia selesai mengambil gambar, ia mulai mengotak-atik rekamannya. Ia memotong gambar yang tidak perlu, menambahkan teks, dan lain-lain. Setelah ia selesai dengan film dokumenternya yang baru, ia berniat untuk menulis cerita tentang kejadian yang sempat terjadi padanya. Kejadian itu ia ketik rapi dan ia beri judul: “Berlian Terbuang vs Sampah Teranggap”. Tak lupa ia juga mengisahkan tentang Bu Tina.
***

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites